Berbekal angan, Rido berjalan menyusuri jalan setapak. Jalan ini belum terjamah pembangunan pemerintah. Sudut kanan kiri jalan ditumbuhi rerumputan, ilalang dan putri malu. Kalau kurang hati-hati pastilah kaki akan dibelai duri putrimalu. Ia tumbuh sebagai putri geniit. Kalau tersenggol ia akam marah mengeluarkan durinya, kemudian bersembunyi.
Begitulah Rido menyusuri jalan itu. Tanpa terasa ia sudah sampai di tepi sebuah sungai. Di sini ia berhenti. duduk termangu menatap awan yang ceria menari diujung langit. Hati hampa Rido dipermainkan awan indah itu. Walau di sini ia dapat sedikit lega. Dapat melepas semua kepedihan yang menghimitnya.
Rido adalah seorang anak yang dilahir kurang mendapat perhatian kedua orangan tuanya. Sejak ia dilahirkan kedua orang tuanya bercerai. Ia dibesarkan oleh nenek, wak, dan pamannya. Hari-hari Rido lalui seperti mimpi.
Tidak ada tempat mengadu pasti. Ibu jauh diseberang lautan, mencari peruntungan setelah bercerai. Ayahnya hanya bekerja serabutan. Maklum usia orang tuanya ketika menikah masih tergolong anak-anak. Belum menunjukkan kedewasaan.
Sebenarnya orang tuanya saling menyayngi, tetapi pihak ketiga yang menghancurkan hubungan itu. Begitulah hidup manusia, laksana kapal dipermainkan gelombang. Terdampar tanpa arah. Bersandiwara dibalik canda kehidupan..
Kadang batin Rido berontak, mengapa ia dilahirkan seperti ini. Tapi dalam situasi sadar ia ingat kepada Sang Khalik. Karena Sang Khaliklah yang tahu perjalanan hidup manusia.
Ketika kesadaran itu menghampiri hatinya. perasan marah dan benci pun musnah. bila kesadaran itu lenyap. Kebencian kembali berlutut dalam pikirannya, menyajikan berbagai tanda tanya yang tidak mampu ia jawab.
Di tepi sungai itu Rido menghabiskan mimpinya. Semua angannya tercapai. Perasaan bahagianya membentengi dirinya. Karena di sana ia dapat bercanda dengan ikan-ikan yang indah menari mempermainkan riak kecil yang membentuk fatamorgana.
***
Hari-hari Rido lalui tiada kepastian. Nenek tempatnya bersandar sudah mulai pikun. Perhatian sang Nenek memang ada, tetapi tidak seindah ketika ia berada dipelukan dan kasih sayang ayah ibunya. Semua itu hanyalah khayalan belaka yang selalu bersarang di otak Rido. Rasa manis itu entah kapan singgah di hatinya. Rasanya tidak mungkin. Kedua orang tuanya tidak tinggal serumah. Bahkan ayahnya sudah beristri lagi. Berbahagia bersama kedua anaknya. Sedangkan ibunya sudah bersuami, bahkan sudah pula mempunyai seorang anak.Tentulah kasih sayang orang tuanya sudah terfokus kepada keluarga barunya. Rido hanya bisa mencicipi semua itu melalu angan dan fatamorgana. Entah kapan kebahagiaan ini akan menjemputnya. Membeli baju saja susah. Makan juga selalu menerima apa yang diberikan waknya. Enak tidak enak diretima sebagai suatu kebahagian. Beruntung ia masih diterima dan diberi makan.
Saat ini Rido baru berusia 12 tahun.Perjalanan nasibnya tidak bertujuan, sekolah saja baru kelas 6. Apakah ada harapan setelah lulus kelas 6 nanti, untuk melanjutkan cita-cita. Semua itu Rido jawab dalam hati "Allahualam bissawab" jika Allah menghendaki semua pasti ada jalan. Tapi bila tidak ia akan menerima lapang dada. Sebab hidup,mati, rizki, dan jodoh terselit disudut hatinya akan diijabah oleh Allah, SWT. don hanya milik Allah. Manusia hanya berdoa, semoga apan yang diangan-anagnkannya akan terwujud. Amin Yarobbalalamin.
Sekelumit cerita Karya Fahlevi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar